Rabu, 16 September 2009

RAPBS

Media Indonesia Edisi Senin, 7 September 2009 Rubrik Pendidikan -- CALAK EDU
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/09/07/index.shtml


DALAM kesempatan mendengarkan paparan para guru dari Sekolah Dasar Negeri Dham Ceukok dan SMPN 1 Ingin Jaya, Aceh Besar, tentang rancangan rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS), seorang peserta dengan penuh antusias melontarkan kritiknya. “Selama ini,” katanya, “RAPBS hanya disusun oleh dua orang saja, yaitu kepala sekolah dan bendahara yang ditunjuk. Tapi sekarang setelah mendapat pelatihan yang disponsori oleh Logica dari AIPRD-AusAid, saya jadi paham bahwa RAPBS merupakan tanggung jawab bersama, tanggung jawab kita semua.”

Peserta lain juga memiliki perasaan yang sama, perasaan lega, karena apa yang selama ini terjadi pada faktanya hampir tak pernah terjadi. Semua orang berhak punya usul dalam RAPBS, bukan
hanya guru dan kepala sekolah, melainkan juga orang tua yang diwakili oleh komite sekolah. Prakarsa yang dilakukan teman-teman Logica di Aceh Besar, dengan motor utamanya seorang santri asal Magelang bernama Ahmad Rofik, mampu membuat seluruh sivitas akademika di dua sekolah tersebut memiliki harapan baru.

Edu menambahkan bahwa RAPBS merupakan ‘jantung’ dari sekolah. Jika detaknya didukung oleh ‘ginjal, paru, empedu, usus, dan aliran darah yang sehat’, tubuh juga pasti akan sehat. Begitu juga sekolah, jika proses penyusunan RAPBS didukung, diketahui, dan disetujui secara bersama oleh seluruh guru, masyarakat, dinas pendidikan, dan tokoh masyarakat, sekolah tersebut pastilah sehat adanya. Paling mudah untuk mengaudit dan mengevaluasi sebuah sekolah. Lihatlah bagaimana proses sivitas akademika sekolah dalam menyusun RAPBS mereka. Karena di banyak sekolah, RAPBS hanya merupakan tumpukan program pembelian barang, pembayaran honor, pemberian uang transpor, tanpa ada strategi yang jitu tentang bagaimana seharusnya RAPBS direncanakan, disusun, dikelola, dan dikerjakan.

Pada proses lokakarya tentang perencanaan pendidikan berbasis sekolah yang dibiayai oleh Logica di Bireuen beberapa waktu lalu, para fasilitator mampu menggugah komunitas sekolah untuk peduli pada setiap rencana yang akan mereka tetapkan dalam RAPBS. Orientasi mereka ditumbuhkan agar terfokus pada visi dan misi yang menjadi komitmen komunitas sekolah. Selain itu, RAPBS juga harus mengacu dan berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan di sekolah, mencakup proses belajar-mengajar dan peningkatan kemampuan teknis dan metodologis guru dalam mengembangkan bahan ajar.

Penting bagi komunitas sekolah untuk menumbuhkan kemampuan dalam melakukan school mapping, belajar mengidentifikasi kesenjangan yang menjadi penghambat proses belajar-mengajar, menemukan solusi, serta menganalisis solusi tersebut menjadi sebuah program tindakan yang berorientasi pada standar mutu pelayanan pendidikan. Jika proses ini dijalankan oleh setiap sekolah, dapat dipastikan dunia pendidikan kita akan jauh lebih maju, jauh melampaui batas, bahkan dari target kinerja yang ditetapkan pemerintah.

Menyusun RAPBS yang sehat, tak ada kata lain, harus melibatkan masyarakat sekitar sekolah atau komite sekolah. Banyak sekali terjadi komite sekolah hanya merupakan ‘tukang stempel’ kepala sekolah dalam melegitimasi seluruh kegiatan sekolah yang berbasis anggaran. Hampir tak ada program dari kementerian pendidikan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, terutama program-program pelatihan untuk komite sekolah. Bahkan ketika dilaksanakan lokakarya komite sekolah, secara serempak seluruh anggota komite sekolah mengatakan bahwa mereka selama ini tak pernah tahu tentang peran, fungsi, dan tugas pokok komite sekolah.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam meningkatkan peran serta masyarakat pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah, komite sekolah harus dapat menciptakan kondisi sekolah yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu. Komite sekolah juga memiliki fungsi sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengontrol (controlling agency), dan mediator. Komite sekolah merupakan kekuatan nyata yang tak pernah diberdayakan sekaligus diikutsertakan dalam menyusun RAPBS.

Margaret Med pernah bilang, bahwa “never doubts that a small group of thoughtful, committed people can change the world. Indeed, it is the only thing that ever has.” Karena itu sudah saatnya pemerintah melakukan pemberdayaan terhadap seluruh komite sekolah, sekaligus melibatkan mereka dalam setiap kegiatan penyusunan RAPBS. Jika kontrol dari masyarakat efektif ketika penyusunan RAPBS dilakukan, dapat dipastikan bahwa sekolah akan lebih transparan dan akuntabel.

Ahmad Baedowi