Senin, 09 Maret 2009

Kupon Pelayanan Bidan Kabupaten Bireuen



Tulisan ini pernah dimuat dalam www.inovasipelayanan.blogspot.com edisi 3 Februari 2008
Melalui Kupon ini, ibu hamil yang dulu secara psikologis ”takut” berkunjung kepada bidan (apalagi bidan senior), sekarang menjadi lebih termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya. Mengapa?


Kupon bagi warga miskin seperti uang dan alat untuk mengakses pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang berkualitas. Tidak seperti dulu, warga lah yang dipaksa untuk memeriksakan kehamilan kepada bidan yang bertugas di desa. Bagaimana kalau bidannya jarang ditempat? Ya nasib warga. Tapi sekarang warga memiliki kebebasan untuk mengakses pada tenaga kesehatan yang memiliki kualitas pelayanan lebih baik. Bidan pun dipacu untuk berkompetisi untuk mendapatkan insentif.

Kupon adalah alat yang dapat digunakan oleh ibu hamil (pasien) untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga kesehatan, sekaligus alat klaim bagi tenaga kesehatan untuk mendapatkan pembayaran dari pihak pengelola Jamkesmas atas jasa yang diberikan kepada pasien.

Kupon berbentuk seperti perangko atau materai yang memiliki nomor seri, dan keterangan penerima serta pemberi pelayanan. Kupon dicetak ganda dengan nomor seri sama. Satu rangkap diberikan ke ibu hamil dan satunya disimpan oleh Puskesmas sebagai alat validasi dan verifikasi klaim dari tenaga kesehatan (bidan).

Kupon terdiri dari dua jenis yaitu kupon kunjungan/pemeriksaan dan kupon persalinan. Kupon kunjungan/pemeriksaan adalah kupon yang digunakan oleh ibu untuk mendapatkan pelayanan sebelum persalinan (Ante Natal Care/ANC) mencakup K-1, K-2, K-3, K-4. Sedangkan kupon persalinan adalah kupon yang digunakan oleh ibu untuk mendapatkan layanan saat persalinan dan nifas (Post Natal Care/PNC).

Mengapa Kupon?
Salah satu faktor penentu tingkat kesehatan masyarakat adalah angka kematian ibu dan bayi. Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat, antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas pelayanan kesehatan khususnya kepada ibu dan bayi baru lahir dan anak balita.

Rasio angka kematian bayi di Aceh relatif tinggi yaitu 40 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional (35 per 1.000 kelahiran hidup). Sedangkan AKI-nya sudah lebih rendah yaitu 237 per 100.000 kelahiran hidup dibanding rata-rata nasional yang 310 per 100.000 kelahiran hidup (Serambi Indonesia, 29 Juli 2008).

Di Kabupaten Bireuen walaupun angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB) mencapai 10/1.000 kelahiran hidup dan 200/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, namun upaya untuk mencegah terjadinya kematian ibu dan bayi baru lahir terus ditingkatkan. Salah satunya dengan meningkatkan peran bidan. Mengapa bidan? Karena bidan-lah yang pertama menjadi rujukan masyarakat mengenai kehamilan. Bidan juga yang memberikan pertolongan pertama saat persalinan. Namun kenyataannya, sebagian besar bidan enggan tinggal di desa. Sehingga saat diperlukan, bidan tidak ada. Akibatnya, beberapa kasus kematian ibu hamil maupun anak baru lahir terjadi karena terlambat ditangani.

Memang, Pemerintah menerapkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) terutama bagi kalangan masyarakat miskin, namun tanpa keseriusan dari pemerintah daerah, kecil signifikasinya. Pemerintah Kabupaten Bireuen berinovasi untuk membantun sistem yang mendorong terjadinya kompetisi pelayanan antarbidan.

Bidan akan menerima insentif/tunjangan sesuai dengan jumlah tindakan dan pasien (ibu hamil) yang ditanganinya. Setiap tindakan bidan kepada ibu hamil tercermin dalam kupon. Untuk itu, setiap ibu hamil akan menerima sejumlah kupon yang dapat digunakan untuk memperoleh pelayanan dari bidan. Setelah berkunjung ke bidan, pasien tak perlu membayar, tetapi cukup dengan memberikan kupon kepada bidan. Kupon ini dapat diuangkan oleh bidan kepada Dinas Kesehatan (c.q. Badan Pelaksana Jamkesmas). Semakin banyak pasien, maka semakin banyak kupon yang bisa diuangkan, berarti semakin besar penghasilan yang diperoleh bidan.

Metode penggunaan kupon untuk pelayanan bidan ini pernah dilakukan di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah pada tahun 2000. Hasilnya, terjadi peningkatan penggunaan jasa bidan oleh masyarakat miskin dari hampir nol pengguna pada akhir tahun 1990-an menjadi 1.164 pengguna pada tahun 2000. Program sejenis juga dilakukan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Hasilnya AKI selama lima tahun (1997-2003) menurun drastis. Pada 1997 AKI tercatat 211 per 100.000 kelahiran hidup, tapi 5 tahun kemudian menjadi 18 orang. (Laporan Bank Dunia: 2008).
Program ini juga sedang diintegrasikan dengan Pelimpahan Kewengan dari Bupati Kepada Camat, khusunya bidang kesehatan. Atas landasan pelimpahan kewenangan ini, Bupati menetapkan target kinerja yang harus dicapai oleh kecamatan dalam program kesehatan ibu dan bayi. Sedangkan pelaksanaan teknisnya sebetulnya ada di Puskesmas dan desa (gampong).

Melalui model ini, tejadilah peningkatan kesadaran bahwa masalah kesehatan masyarakat bukan semata tanggung jawab tenaga kesehatan seperti bidan semata, namun merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk Kecamatan, Puskesmas dan Pemerintah Desa (gampong). Semua harus terlibat dalam upaya mencegah kematian ibu dan bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar